Tulisan ini mengaji pluralitas masyarakat Toili di Kabupaten Banggai. Ada dua pertanyaan pokok yang hendak dijawab dalam tulisan ini, yaitu (1) seperti apa keragaman masyarakat Toili di Kabupaten Banggai? (2) Bagaimana orang Bali memahami harmoni sosial pada masyarakat plural seperti itu? Wilayah Toili yang merupakan bekas daerah transmigrasi pada tahun 1979 silam menampakkan ciri pluralnya. Awalnya, wilayah ini dihuni oleh orang Taa, namun kemudian datanglah Orang Jawa, Bali, Bugis, Lombok, dan Gorontalo. Ini lantas berpengaruh pada soal keragaman agama yang dipeluk oleh masyarakat Toili. Pemeluk Islam, Hindu, Kristen, dan Budha dapat ditemui di sana. Keberagamaan masyarakat Toili terlihat dengan adanya fakta bahwa dalam satu desa terdapat tempat ibadah dua agama berbeda yang dibangun berdekatan. Hal ini terjadi sebagai akibat dari pemahaman warga masyarakat terhadap perbedaan di antara mereka. Orang Bali dikenal memiliki etos kerja yang tinggi, sikap toleransi, budaya gotong royong, sikap saling menghormati, karena adanya awig-awig atau aturan mereka sendiri. Oleh sebab itu, pluralitas menjadi bingkai harmoni sosial juga menjaga keselarasan, keseimbangan kodrat manusia itu sendiri. Berdasarkan penjelasan ini, maka Bhineka Tunggal Ika begitu terjawantahkan dalam kehidupan sehari-hari di Toili. Awig-awig menjadi dasar untuk menjaga keharmonisan dalam bingkai pluralitas di Toili. Dengan cara itu, Orang Bali melakoni hidup dalam keberagaman masyarakat Kabupaten Banggai.