Kearifan lokal Lombok memberikan nuansa religius yang sama seperti Bali. Keindahan alam dan diimbangi dengan pluralisme adat dan budaya. Lombok memiliki warisan budaya luhur yang diimplementasikan dalam suasana ritual, salah satunya dalam bentuk kidung Turun Taun. Kidung Turun Taun merupakan salah satu media komunikasi spiritual kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang diyakini umat Hindu dan suku lokal (Sasak) yang tujuannya memohon kesuburan berupa turunnya hujan. Kidung Turun Taun memiliki naskah berbahasa sasak terdiri dari 8 pade, setiap pade terdiri dari 4 baris dengan pakem aturan terpola yang sama dengan kidung lainnya, seperti aturan yang sering disebut pada lingsa. Ilustrasi gending yang sangat sederhana, mengalun, gregel, ngoset (istilah dalam gita), sehingga masyarakat mudah memahami arti dan maknanya. Kidung Turun Taun menggambarkan tentang stana Ida Sanghyang Widhi Wasa, berupa gedong (lumbung) sebagai simbul kesejahteraan. Dengan mempersonifikasikan seperti pagar tembok emas, dengan atap yang kuat, tak ubahnya seperti stana atau pelinggih beliau hadir ketika dipuja. Sarana upakara yang sangat simple dan penuh makna berupa canang sari, canang pesucian, canang pengrawos, dan canang buratwangi. Artikel ini bertujuan mendeskripsikan makna simbolik kidung turun daun sebagai media komunikasi ritual. Metode yang digunakan deskriptif kualitatif, teknik pengumpulan data dengan wawancara dan dokumentasi.
Makna filosofis dari setiap pade kidung Turun Taun adalah sebagai berikut: 1) Makna religius (memantapkan hati, keyakinan, sradha bhakti); 2) Makna sosial dapat membangun kebersamaan, mengembangkan bakat dan keterampilan seni; 3) Makna budaya, yakni sebagai sarana menyebarkan ajaran agama, menumbuhkan rasa cinta dan penghargaan terhadap warisan budaya luhur yang sangat mulia karena, narasi kidungnya menggunakan bahasa sasak secara tidak langsung dapat dipahami arti dan maknanya; 4) Makna kesejahteraan, karena kidung Turun Taun merupakan kidung wajib yang kerap kali dilantunkan pada upacara ritual yang berhubungan memohon kesuburan yakni upacara mulang pakelem pada sasih kelima, dan piodalan pura Lingsar yang jatuh pada purnama keenam (musim hujan). Begitu juga pada kegiatan ritual nunas sesari dan ngaturang sesari yang dilakukan oleh masyarakat Hindu di Lombok